Home » » Es Kutub Mencair Tiga Kali Lebih Cepat

Es Kutub Mencair Tiga Kali Lebih Cepat

Written By Unknown on Rabu, 05 Desember 2012 | 23.48

DAMPAK Dampak pemanasan global semakin terasa di Kutub Utara. Kemarin (30/11) Daily Mail mengutip pernyataan sejumlah pakar soal percepatan mencairnya lapisan es di Greenland dan Antartika. Jika dibandingkan dengan situasi pada 1990-an, kini pencairan lapisan es di kutub tiga kali lebih cepat. Kabarnya, lapisan es kutub yang mencair itu cukup untuk menciptakan laut baru. Sejak 1992, mencairnya lapisan es kutub membuat ketinggian air laut bertambah lebih dari satu sentimeter.

Kontribusi tersebut merupakan seperlima di antara total penambahan ketinggian air laut sampai sekarang. Sebanyak 2/3 es yang mencair itu berasal dari Greenland dan sisanya dari Antartika. "Lapisan es Greenland menyusut signifikan," terang Ted Scambos, pakar dari National Snow and Ice Data Center, dalam jurnal ilmu pengetahuan Kamis lalu (29/11). Meski sama-sama menyusut, lapisan es Kutub Utara jauh lebih cepat mencair dibandingkan Kutub Selatan. Salah satu alasannya, lapisan es di Kutub Utara lebih luas daripada Kutub Selatan.

Andrew Shepherd, pakar dari University of Leeds sekaligus pemimpin penelitian, mengatakan, pihaknya sangat terbantu pencitraan satelit dalam saat melakukan riset. Menurut dia, foto satelit tentang lapisan es di Kutub Utara dan Kutub Selatan relatif akurat. "Penelitian ini sukses berkat dukungan komunitas sains internasional dan bantuan pencitraan satelit," terangnya. Tanpa bantuan foto dari satelit, kata Shepherd, timnya mustahil bisa mengetahui kondisi terkini dua kutub bumi. Terutama, kondisi lapisan esnya. Meski sejumlah besar studi menyebutkan bahwa pencairan lapisan es mendatangkan lebih banyak manfaat daripada bahaya, Shepherd menyebut pencairan yang terlalu cepat itu tidak normal. Waleed Abdalati, pakar sains NASA, mengatakan bahwa pencairan lapisan es yang sangat cepat tersebut harus segera disikapi dengan bijaksana. "Ketika peta lapisan es bumi berubah, kita harus lebih siap untuk menghadapi kemungkinan apa pun pada masa mendatang," tegasnya


Ini gambar-gambarnya 
 
 2000 Pulau Indonesia Lenyap
Perubahan iklim terjadi secara perlahan dalam jangka waktu yang cukup panjang, antara 50-100 tahun. Meskipun perlahan, dampaknya sebagaian besar permukaan bumi menjadi panas. Berikut merupakan data-data dari IPCC (Intergovermental Panel on Climate Change) yang menggambarkan kondisi perubahan iklim yang terjadi saat ini bahwa telah terjadi kenaikan suhu rata-rata sebesar 0,76 derajat Celcius antara periode 1850 – 2005, 11 dari 12 tahun terakhir (1995-2006) merupakan tahun-tahun dengan rata-rata suhu terpanas sejak dilakukan pengukuran suhu pertama kali pada tahun 1850. Kenaikan permukaan air laut global rata-rata sebesar 1,8mm per tahun antara periode 1961 – 2003. serta telah terjadi kekeringan yang lebih intensif pada wilayah yang lebih luas sejak tahun 1970an, terutama di daerah tropis dan sub-tropis.

Karena naiknya suhu bumi bisa mencairkan es di daerah kutub. Menurut IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change), dalam 100 tahun terakhir telah terjadi peningkatan air laut setinggi 10-25 cm. Sementara menurut laporan Greenpeace, diperkirakan pada tahun 2100 mendatang akan terjadi peningkatan air laut setinggi 19-95 cm. Peningkatan air laut setinggi 1 meter akan mengakibatkan hilangnya pulau atau daratan di dunia sebagai contoh hilangnya daratan Mesir 1%, Belanda 6%, Bangladesh 17,5% dan 80%atol di kepulauan Marshall serta tenggelamnya pulau-pulau di, Fiji, Samoa, Vanutu, Jepang, Filipina, serta Indonesia. Hal ini berarti puluhan juta orang yang hidup di pesisir pantai harus mengungsi ke daerah yang lebih tinggi.

Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan (2009), daerah pesisir dan pulau kecil yang akan tenggelam 100 tahun lagi dari sekarang meliputi daerah seluas 475.905 hektar atau rata-rata kehilangan lahan/ pulau sebesar 4,76 hektar per tahun. Perubahan iklim akan membawa bencana bagi 41 juta orang Indonesia yang tinggal di daerah pesisir dengan ketinggian di bawah 10 meter. Tenggelamnya tambak ikan dan udang di Karawang dan Subang telah mengakibatkan kerugian sebesar setengah juta dollar Amerika. Kenaikan muka air laut telah menenggelamkan 26 ribu kolam ikan di daerah aliran sungai (DAS) Citarum. Suhu laut yang meningkat telah merusak terumbu karang di Bali Barat dan Kepulauan Pari pada kejadian El-Nino tahun 1997-1998.

Perubahan iklim yang hingga kini belum bisa teratasi dengan baik dinilai dapat mengancam keberadaan pulau-pulau di Indonesia. Saat ini saja, berdasarkan data yang dihimpun Indonesia Maritime Magazine, jumlah pulau telah banyak berkurang dari 17.504 pulau menjadi 17.480 pulau. Ini artinya, sudah 24 pulau hilang dari permukaan bumi dan jika tidak segera diantisipasi, tidak menutup kemungkinan, pada tahun 2030, Indonesia akan kembali kehilangan sekitar 2.000 pulau lagi. Ancaman ini, kata Sahala Hutabarat, disebabkan panasnya suhu udara yangn mengakibatkan kutub es perlahan tapi pasti mencair dan air laut pun berangsur mengalami kenaikan.

“Selain banyak pulau yang musnah, permukaan laut akan naik secara signifikan. Bisa dibayangkan berapa besar kehilangan dan penderitaan yang ditanggung bangsa kita,” imbuhnya. Menurut Sahala, pemerintah harus secepatnya meminimilisir kemungkinan terimbas dampak perubahan iklim melalui pola pendekatan baik dari sisi sumberdaya manusianya, lingkungan maupun penataan aktifitas ekonomi.

“Yang terpenting juga ke depan diharapkan para pemangku kepentingan dalam menjalankan perannya akan memiliki pijakan bersama dalam upaya pengelolaan sumber daya alam dan adaptasi perubahan iklim, memperkuat keberdayaan warga dan daerah sesuai dengan karasteristik ekositem, problemantika dan tantangan daerah kepulauan,” imbuhnya.

Subandono Diposaptono seorang pakar kelautan dari KKP mengatakan bahwa laju kenaikan rata-rata paras muka laut Indonesia itu dipengaruhi oleh enam faktor, tetapi tidak didominasi perubahan iklim. Menurut dia, data kenaikan paras muka laut di Indonesia diambil beberapa instansi. Dari pemantauan Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional diperoleh data di Jakarta, Semarang, Jepara, Batam, Kupang, Biak, dan Sorong yang angkanya 5-10 mm per tahun.

Hasil penelitian Institut Teknologi Bandung memperlihatkan laju kenaikan paras laut di Belawan 7,83 mm per tahun, Jakarta 4,38 mm, Semarang 9,27 mm, dan Surabaya 5,47 mm per tahun. Pemantauan Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia untuk Panjang, Lampung, menunjukkan laju kenaikan 4,15 mm per tahun.Menurut Subandono, kenaikan paras muka laut sebagai dampak perubahan iklim hanya dipengaruhi dua proses, yaitu pencairan es di kutub dan proses pemuaian air laut akibat pemanasan global. Seluruhnya ada enam faktor penyebab, katanya.

Faktor-faktor lainnya, lanjutnya, adalah meliputi dampak perubahan kerak bumi akibat aktivitas tektonik penurunan tanah akibat gempa atau aktivitas seismik dan pemampatan tanah akibat kondisi tanah yang labil.Selain itu, ada penurunan tanah akibat aktivitas manusia, misal pengambilan air tanah, ekstraksi gas dan minyak, atau pembebanan dengan bangunan.

Faktor keenam, yaitu adanya variasi akibat fluktuasi iklim seperti fenomena La Nina yang membawa aliran air hangat dari Samudra Pasifik ke Indonesia, kata Subandono. Menurut dia, enam faktor penyebab kenaikan paras muka laut itu penting diketahui untuk menetapkan agenda adaptasi dan mitigasi.

Share this article :

1 komentar:

Blogger news

Diberdayakan oleh Blogger.
 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. indahnya berbagi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger