DAMPAK Dampak pemanasan global semakin terasa di Kutub Utara. Kemarin
(30/11) Daily Mail mengutip pernyataan sejumlah pakar soal percepatan
mencairnya lapisan es di Greenland dan Antartika. Jika dibandingkan
dengan situasi pada 1990-an, kini pencairan lapisan es di kutub tiga
kali lebih cepat. Kabarnya, lapisan es kutub yang mencair itu cukup
untuk menciptakan laut baru. Sejak 1992, mencairnya lapisan es kutub
membuat ketinggian air laut bertambah lebih dari satu sentimeter.
Kontribusi
tersebut merupakan seperlima di antara total penambahan ketinggian air
laut sampai sekarang. Sebanyak 2/3 es yang mencair itu berasal dari
Greenland dan sisanya dari Antartika. "Lapisan es Greenland menyusut
signifikan," terang Ted Scambos, pakar dari National Snow and Ice Data
Center, dalam jurnal ilmu pengetahuan Kamis lalu (29/11). Meski
sama-sama menyusut, lapisan es Kutub Utara jauh lebih cepat mencair
dibandingkan Kutub Selatan. Salah satu alasannya, lapisan es di Kutub
Utara lebih luas daripada Kutub Selatan.
Andrew Shepherd, pakar
dari University of Leeds sekaligus pemimpin penelitian, mengatakan,
pihaknya sangat terbantu pencitraan satelit dalam saat melakukan riset.
Menurut dia, foto satelit tentang lapisan es di Kutub Utara dan Kutub
Selatan relatif akurat. "Penelitian ini sukses berkat dukungan komunitas
sains internasional dan bantuan pencitraan satelit," terangnya. Tanpa
bantuan foto dari satelit, kata Shepherd, timnya mustahil bisa
mengetahui kondisi terkini dua kutub bumi. Terutama, kondisi lapisan
esnya. Meski sejumlah besar studi menyebutkan bahwa pencairan lapisan es
mendatangkan lebih banyak manfaat daripada bahaya, Shepherd menyebut
pencairan yang terlalu cepat itu tidak normal. Waleed Abdalati, pakar
sains NASA, mengatakan bahwa pencairan lapisan es yang sangat cepat
tersebut harus segera disikapi dengan bijaksana. "Ketika peta lapisan es
bumi berubah, kita harus lebih siap untuk menghadapi kemungkinan apa
pun pada masa mendatang," tegasnya
Ini gambar-gambarnya
2000 Pulau Indonesia Lenyap
Perubahan iklim terjadi secara perlahan dalam jangka waktu yang cukup
panjang, antara 50-100 tahun. Meskipun perlahan, dampaknya sebagaian
besar permukaan bumi menjadi panas. Berikut merupakan data-data dari
IPCC (Intergovermental Panel on Climate Change) yang menggambarkan
kondisi perubahan iklim yang terjadi saat ini bahwa telah terjadi
kenaikan suhu rata-rata sebesar 0,76 derajat Celcius antara periode 1850
– 2005, 11 dari 12 tahun terakhir (1995-2006) merupakan tahun-tahun
dengan rata-rata suhu terpanas sejak dilakukan pengukuran suhu pertama
kali pada tahun 1850. Kenaikan permukaan air laut global rata-rata
sebesar 1,8mm per tahun antara periode 1961 – 2003. serta telah terjadi
kekeringan yang lebih intensif pada wilayah yang lebih luas sejak tahun
1970an, terutama di daerah tropis dan sub-tropis.
Karena naiknya
suhu bumi bisa mencairkan es di daerah kutub. Menurut IPCC
(Intergovernmental Panel on Climate Change), dalam 100 tahun terakhir
telah terjadi peningkatan air laut setinggi 10-25 cm. Sementara menurut
laporan Greenpeace, diperkirakan pada tahun 2100 mendatang akan terjadi
peningkatan air laut setinggi 19-95 cm. Peningkatan air laut setinggi 1
meter akan mengakibatkan hilangnya pulau atau daratan di dunia sebagai
contoh hilangnya daratan Mesir 1%, Belanda 6%, Bangladesh 17,5% dan
80%atol di kepulauan Marshall serta tenggelamnya pulau-pulau di, Fiji,
Samoa, Vanutu, Jepang, Filipina, serta Indonesia. Hal ini berarti
puluhan juta orang yang hidup di pesisir pantai harus mengungsi ke
daerah yang lebih tinggi.
Menurut Departemen Kelautan dan
Perikanan (2009), daerah pesisir dan pulau kecil yang akan tenggelam 100
tahun lagi dari sekarang meliputi daerah seluas 475.905 hektar atau
rata-rata kehilangan lahan/ pulau sebesar 4,76 hektar per tahun.
Perubahan iklim akan membawa bencana bagi 41 juta orang Indonesia yang
tinggal di daerah pesisir dengan ketinggian di bawah 10 meter.
Tenggelamnya tambak ikan dan udang di Karawang dan Subang telah
mengakibatkan kerugian sebesar setengah juta dollar Amerika. Kenaikan
muka air laut telah menenggelamkan 26 ribu kolam ikan di daerah aliran
sungai (DAS) Citarum. Suhu laut yang meningkat telah merusak terumbu
karang di Bali Barat dan Kepulauan Pari pada kejadian El-Nino tahun
1997-1998.
Perubahan iklim yang hingga kini belum bisa teratasi
dengan baik dinilai dapat mengancam keberadaan pulau-pulau di Indonesia.
Saat ini saja, berdasarkan data yang dihimpun Indonesia Maritime
Magazine, jumlah pulau telah banyak berkurang dari 17.504 pulau menjadi
17.480 pulau. Ini artinya, sudah 24 pulau hilang dari permukaan bumi dan
jika tidak segera diantisipasi, tidak menutup kemungkinan, pada tahun
2030, Indonesia akan kembali kehilangan sekitar 2.000 pulau lagi.
Ancaman ini, kata Sahala Hutabarat, disebabkan panasnya suhu udara yangn
mengakibatkan kutub es perlahan tapi pasti mencair dan air laut pun
berangsur mengalami kenaikan.
“Selain banyak pulau yang musnah,
permukaan laut akan naik secara signifikan. Bisa dibayangkan berapa
besar kehilangan dan penderitaan yang ditanggung bangsa kita,” imbuhnya.
Menurut Sahala, pemerintah harus secepatnya meminimilisir kemungkinan
terimbas dampak perubahan iklim melalui pola pendekatan baik dari sisi
sumberdaya manusianya, lingkungan maupun penataan aktifitas ekonomi.
“Yang
terpenting juga ke depan diharapkan para pemangku kepentingan dalam
menjalankan perannya akan memiliki pijakan bersama dalam upaya
pengelolaan sumber daya alam dan adaptasi perubahan iklim, memperkuat
keberdayaan warga dan daerah sesuai dengan karasteristik ekositem,
problemantika dan tantangan daerah kepulauan,” imbuhnya.
Subandono
Diposaptono seorang pakar kelautan dari KKP mengatakan bahwa laju
kenaikan rata-rata paras muka laut Indonesia itu dipengaruhi oleh enam
faktor, tetapi tidak didominasi perubahan iklim. Menurut dia, data
kenaikan paras muka laut di Indonesia diambil beberapa instansi. Dari
pemantauan Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional diperoleh data
di Jakarta, Semarang, Jepara, Batam, Kupang, Biak, dan Sorong yang
angkanya 5-10 mm per tahun.
Hasil penelitian Institut Teknologi
Bandung memperlihatkan laju kenaikan paras laut di Belawan 7,83 mm per
tahun, Jakarta 4,38 mm, Semarang 9,27 mm, dan Surabaya 5,47 mm per
tahun. Pemantauan Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia untuk Panjang, Lampung, menunjukkan laju
kenaikan 4,15 mm per tahun.Menurut Subandono, kenaikan paras muka laut
sebagai dampak perubahan iklim hanya dipengaruhi dua proses, yaitu
pencairan es di kutub dan proses pemuaian air laut akibat pemanasan
global. Seluruhnya ada enam faktor penyebab, katanya.
Faktor-faktor
lainnya, lanjutnya, adalah meliputi dampak perubahan kerak bumi akibat
aktivitas tektonik penurunan tanah akibat gempa atau aktivitas seismik
dan pemampatan tanah akibat kondisi tanah yang labil.Selain itu, ada
penurunan tanah akibat aktivitas manusia, misal pengambilan air tanah,
ekstraksi gas dan minyak, atau pembebanan dengan bangunan.
Faktor
keenam, yaitu adanya variasi akibat fluktuasi iklim seperti fenomena La
Nina yang membawa aliran air hangat dari Samudra Pasifik ke Indonesia,
kata Subandono. Menurut dia, enam faktor penyebab kenaikan paras muka
laut itu penting diketahui untuk menetapkan agenda adaptasi dan
mitigasi.
Home »
Berita dan politik
» Es Kutub Mencair Tiga Kali Lebih Cepat
Es Kutub Mencair Tiga Kali Lebih Cepat
Written By Unknown on Rabu, 05 Desember 2012 | 23.48
Related Articles
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Label:
Berita dan politik
Mencairnya Es Di Kutub Bumi
BalasHapus